Watak Manusia (Lemah dan Bersusah payah)



لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِى كَبَدٍ
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (al-Balad: 4)
Allah bersumpah dengan memakai nama-namaa yang telah disebutkan sebelumnya untuk mengukuhkan bahwa manusia itu diciptakan dalam keadaan masyakat dan susah payah sejak lahir hingga akhir hayatnya.[1]

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa kehidupan manusia itu penuh dengan susah payah dan masyakat yang tampak jelas dari tanggung jawab yang dipikulnya yang melibatkannya ke dalam berbagai macam rintangan dan cobaan. Kehidupan manusia sejak lahir hingga akhir hayatnya dimuka bumi ini diliputi oleh hal-hal yang menyakitkan dan penderitaan serta berbagai macam kesulitan. Maka sudah seharusnya manusia menerima hal ini dalam kehidupannya.[2]

Sa’id bin Jubair berkata tentang lafaz fii kabad “Yakni, dalam kesusahan dan pencarian kehidupan. “Ibnu Jarir lebih berpendapat bahwa yang dimaksud adalah berbagai urusan yang sukit lagi payah.[3]

يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (an-Nisa: 28)

Allah hendak memberikan keringanan melalui syariat dan ketentuan-ketentuan yang mudah dan ringan. Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan lemah dalam menghadapi segala macam kecenderungan batin. Maka, sangatlah sesuai jika beban-beban yang diberikan kepadanya mengandung unsur kemudahan dan keluasan. Itulah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya sebagai karunia dan kemudahan.

Yaitu dalam syari'at. Dia memudahkan perintah dan larangan, dan ketika terjadi kesulitan dibolehkan untuk dilakukan seperti halalnya memakan bangkai bagi orang yang kelaparan dan halalnya menikahi budak bila telah cukup syarat-syaratnya. Hal itu, tidak lain karena sayang dan Ihsan-Nya kepada kamu, pengetahuan-Nya tentang lemahnya dirimu; lemah fisik, lemah 'azam, lemah iman dan lemahnya kesabaran. Oleh karenanya, Dia meringankan sesuatu yang tidak sanggup dipikul oleh kamu.

Ibnu Abi Hatim mengatakan dari Ibnu Thawus dari ayahnya, ia berkata tentang الْإِنْسَانُ ضَعِيفًاوَخُلِقَ  Yaitu dalam urusan wanita. Waki’ berkata: “Akalnya (laki-laki) hilang ketika di sisi wanita.”[4]

Menurut Syekh Nawawi Al-Bantany, tafsir “lemah” dalam Surah An-Nisaa’ itu adalah lemah dalam melawan hawa nafsu.

Dalam ayat lain Allah juga berfirman:
“Allah-lah yang Menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia Menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia Menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.”[5]




[1] Afif Abdul Fattah, Tafsir Juz Amma Lengkap dan Ilmiah, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 151
[2] Afif Abdul Fattah, Tafsir Juz Amma Lengkap dan Ilmiah, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 153
[3] Abdullah bin Muhammad, Tafsir ibnu Katsir Jilid 10, (Jakarta: Pustakan Imam asy-Syafi’i, 2011), hlm. 285
[4] Abdullah bin Muhammad, Tafsir ibnu Katsir Jilid 10, (Jakarta: Pustakan Imam asy-Syafi’i, 2011), hlm. 281
[5] QS.Ar-Rum: 54

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top