Terkadang terdapat beberapa peristiwa yang terjadi pada era
penurunan wahyu, yang mana peristiwa-peristiwa tersebut menyebabkan turunnya
suatu ayat dan begitu juga terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada
Rasul saw yang kemudian turunnya suatu ayat sebagai jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sehingga sangat memungkinkan bahwa penyebab
turunnya suatu ayat dilatar belakangi kepada beberapa peristiwa dan juga
merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah
saw.
Sebagian ulama tafsir telah berpendapat ada sebagian
ayat Al-Qur’an itu diturunkan dengan beraneka ragam peristiwa, untuk mengambil
suatu keputusan mengenai hal ini maka dapat melihat penjelasan-penjelasan
dibawah ini:
1.
Apabila ada seseorang mengatakan:”ayat ini turun berkenaan
dengan peristiwa ini”, dan yang lain juga mengungkapkan dengan kata-kata yang
sama, kemudian yang lain mengungkapkan dengan kata-kata yang lain lagi, maka
hal seperti ini merupakan suatu penafsiran, bukan merupakan merupakan peristiwa
yang pasti yang dapat dijadikan sebagai asbabun nuzul. Dan hal ini juga tidak
disalahkan, namun tidak dapat dijadikan pegangan untuk asbabun nuzul suatu
ayat.
2.
Apabila ada dua pendapat, yang satu mengatakan “ayat ini turun
berkenaan dengan masalah ini” tanpa menyebutkan asbabun nuzul yang jelas,
kemudian yang satu lagi secara terang-terangan menyebutkan sababun nuzul yang
jelas dan berbeda dengan yang pertama, maka pendapat yang kedua inilah yang
mu’tamad (dijadikan pegangan), sedangkan yang pertama itu istinbath (ijtihad). contoh:
diriwayatkan oleh Imam Bhukari dari Ibnu Umar, ia berkata: telah turun Q.S
Al-Baqarah: 223 yang menjelaskan tentang larangan mempergauli Wanita (istri)
dari belakang. Kemudian Jabir mengeluarkan asbabun nuzul yang jelas mengenai
turunnya ayat tersebut. Maka yang menjadi pegangan adalah riwayat pendapat
Jabir.
3.
Apabila ada dua pendapat tentang sebab turunyanya ayat, dan keduanya
menyebutkan asbabun nuzul yang jelas, namun keduanya ada yang shahih dan tidak
shahih, maka dari kedua pendapat tersebut diambil riwayat yang shahih.
contoh: Contoh : Ad-Dhuha ayat : 1-3
Peristiwa pertama : Diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Jundub bahwa, Nabi saw pernah sakit dan tidak melaksanakan shalat
malam selama satu sampai dua malam, kemudian seorang wanita bertanya kepada
nabi : “Wahai Muhammad, sungguh aku tidak pernah melihat setan di dalam dirimu,
kecuali setan itu sudah pergi dari mu”, maka dengan itu Allah menurunkan ayat
tersebut.
Peristiwa kedua : Diriwayatkan oleh At-Thabrani dan
Abu Syaibah dari Hafash bin Maisarah dari ibunya bahwa pada saat beliau menjadi
khadimah Rasulullah beliau berkata : “sungguh ada anjing yang masuk ke dalam
rumah Rasulullah dan berada dibawah tempat tidur beliau, lalu aning itu mati di
sana, maka selama empat hari Rasulullah berdiam dan tidak keluar rumah”. Lalu
aku bertnya : “ada apa dengan mu wahai Rasulullah?” rasul menjawab : “sungguh
Jibril tidak datang padaku selama empat hari”. Lalu Rasulullah keluar dengan
jenggotnya yang bergetar, dan disitulah turun ayat tersebut.
Jadi, menurut Ibnu Hajar, dari kedua riwayat tersebut
yang mempunyai sanad/riwayat yang shahih adalah riwayat pertama, walaupun peristiwa
pada riwayat kedua sudah masyhur, namun karena riwayat pertama yang mempunyai
sanad/riwayat yang shahih, maka yang menjadi pegangan sebagai peristiwa
(asbabun nuzul) ayat tersebut adalah riwayat pertama.
4.
Apabila ada dua sanad yang sama-sama shahih tentang peristiwa
turunnya ayat, maka salah satu diantara keduanya di tarjih dengan pertimbangan
bahwa perawinya ikut hadir dalam peristiwa tersebut.
Contoh:
- Diriwayatkan
oleh Imam Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: aku pernah berjalan bersama
Nabi saw di Madinah, kemudian Nabi bersandar dipelepah kurma. Sekelompok orang
yahudi lewat, dan sebagian dari mereka berkata, bertanyalah padanya
(Muhammad)”,maka mereka berkata, tolonhg ceritakan kepada kami tentang ruh.
Nabi berdiri sesaat dan mengangkat kepalanya, higga naik kembali wahyu itu,
kemudian Nabi membaca ayat Al-Isra’:85
- diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Ibnu Abbas, ia
berkata: orang-orang Quraisy berkata kepada kaum yahudi,”berikanlah,berikanlah
kepadaku sesuatu yng kami tanyakan kepada orang ini (Nabi Muhammad)”. Maka
mereka berkata,”bertanyalah kepadanya tentang ruh (nyawa)”, mereka lalu
bertanya kepada Nabi, maka Allah menurunkan ayat Al-Isra’: 85.
Setelah ditarjih kedua hadist tersebut bahwa hadist
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari lebih shahih dan dapat dijadikan pegangan
karena Ibnu Mas’ud termasuk yang ikut hadir dalam peristiwa tersebut.
5.
Apabila turunnya ayat disebabkan kepada dua atau banyak sebab
(peristiwa) yang tidak dapat diketahui perbedaannya, maka hal ini dilihat
kepada kejadian yang terjadi pada peristiwa-peristiwa turun ayat tersebut,
karena tidak menjadi suatu permasalahan jika ayat itu turun berdasarkan kepada
beberapa sebab (peristiwa) karena diantara sebab-sebab (peristiwa-peristiwa)
itu saling berhubungan dan tidak ada kontradiksi diantaranya.
Contoh : Q.S.An-Nur ayat : 6-9
Peristiwa pertama : Diriwayatkan oleh Bukhari dari
Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa, Hilal bin Umayyah telah menuduh istrinya berzina
dengan Syuraik bin Sahma’, lalu dia datang kepada Rasulullah untuk melaporkan
hal ini dan Rasulullah menyuruhnya untuk memberikan bukti atas tuduhannya itu,
dan ia bertanya : ’’wahai Rasul, jika aku melihat istriku pergi bersama orang
lain, apakah aku harus mendatangkan bukti juga ? ’’ Oleh sebab itu, turunlah
ayat tersebut untuk menjawab pertanyaan Hilal.
Peristiwa kedua : Diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Sahl bin Sa’ad bahwa, ‘Uwaimir dan ‘Ashim bin Adi pernah bertanya
kepada Rasulullah, “jika aku melihat istriku dengan orang lain maka apa yang harus
aku lakukan?, jika aku membunuhnya, apakah orang yang membunuh itu dibunuh juga
atas perbuatannya?”, lalu Rasulullah menjawab : “telah turun ayat yang
berkenaan dengan masalahmu dan temanmu ini”.
Jadi, berdasarkan kedua peristiwa tersebut telah
disepakati bahwa sebab turunnya ayat tersebut yang pertama karena masalah yang
dialamai oleh Hilal bin Umayyah dan yang kedua bersamaan dengan pertanyaan
‘Uwaimir dan ‘Ashim bin Adi. Oleh sebab itu, tidak ada larangan atau masalah
terhadap banyaknya sebab (peristiwa) atas turunnya suatu ayat.
Kesimpulan : jadi dapat kita pahami bahwa ada ayat
yang turunnya dalam beberapa peristiwa, diatas dijelaskan bahwa untuk
menjadikan suatu mu’tamad (pegangan) sebagai asbabun nuzul suatu ayat maka kita
harus melihat point-point yang telah saya rangkum diatas menurut ulama tafsir.
Ada yang dapat kita jadikan mu’tamad dan ada pula yang tidak.
Referensi : Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an (karya As-Suyuti hal)
0 comments:
Post a Comment