Pengertian
Muhkam dan Mutasyabih
Secara
etimologi kata “muhkam” berasal dari kata “ ihkam” yang berarti kekukuhan,
kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Semua pengertian ini rapada dasarnya
kembali kepada satu makna pencegahan.[1]
“
Muhkam” dapat berarti sesuatu yang dikukuhkan, jelas, fasih, dan bermaksud
membedakan antara dua pihak yang bersengketa, serta memisahkan urusan yang
lurus dari yang sesat.
Mutasyabih
secara lugawi berasal dari kata syabaha, yakni bila salah satu dari dua hal
serupa dengan yang lain. Syubhah ialah
keadaan di mana satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain
karena adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit atau abstrak.
Mutasyabih
berasal dari kata tasyabuh, yakni bila
salah satu dari dua hal serupa dengan lainnya, yang biasanya dapat membawa
kepada kesamaran antara kedua hal itu. Syubhah ialah keadaan di mana salah satu
dari dua hal tidak dapat di bedakan karena adanya kemiripan baik secara konkrit
maupun abstrak. Mutasyabih juga kadang-kadang dipadankan dengan mutamatsil dalam
perkataan dan keindahan.
Banyak
sekali pendapat para ulama tentang pengertian Muhkam dan Mutasyabih, salah
satunya al-Zarqani. Di antara definisi yang diberikan Zarqani adalah sebagai
berikut:
1).
Muhkam ialah ayat-ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung
kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi (maknanya), tidak
diketahui maknanya baik secara aqli maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang
hanya Allah mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat, huruf-huruf yang
terputus-putus di awal surat (fawatih al-suwar).
Subhi
ash-Shalih merangkum pendapat ulama dan menyimpulkan bahwa Muhkam adalah
ayat-ayat yang bermakna jelas. Sedangkan Mutasyabih adalah ayat yang maknanya
tidak jelas, dan untuk memastikan pengertiannya tidak ditemukan dalil yang
kuat.[2]
Subhi
al-Shalih membedakan pendapat ulama tentang muhkam dan mutasyabih ke dalam dua
mazhab yaitu mazhab salaf dan mazhab khalaf.
1.
Mazhab Salaf,
yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat Mutasyabihat itu
dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari
pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya
sebagaimana yang diterangkan Alquran serta menyerahkan urusan mengetahui
hakikatnya kepada Allah sendiri.
2.
Mazhab Khalaf,
yaitu ulama yang menakwilkan lafaz yang makna lahirnya mustahil kepada makna
yang layak dengan zat Allah, karena itu mereka disebut pula Muawwilah atau
Mazhab Takwil. Mereka memaknai istiwa` dengan ketinggian yang abstrak, berupa
pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayah. Demikian sistem
penafsiran ayat-ayat Mutasyabihat yang ditempuh oleh ulama Khalaf.
Kriteria
ayat-ayat Muhkam:
1.
Ayat Muhkam
adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya.
2.
Ayat Muhkam
adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, tanpa memerlukan
keterangan lain.
3.
Ayat Muhkam
adalah ayat yang tidak mengandung takwil kecuali satu wajah.
4.
Ayat Muhkam
adalah sesuatu yang mudah difahami.
5.
Ayat Muhkam,
yang didalamnya menerangkan sesuatu yang halal dan haram, fardu, janji dan
ancaman.
Kriteria ayat Mutasyabih:
1.
Tersembunyinya
lafadz, makna atau lafadz dan makna.
2.
sesuatu yang
hanya diketahui secara pasti oleh Allah saja.
3.
Sesuatu yang
memerlukan penjelasan lebihjauh lagi dengan penafsiran maupun ta’wil.
Ayat-ayat
Muhkam :
1.
Perintah Puasa
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Al-Baqarah: 183)
2.
Larangan minum
khamar
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْآ اِنَّمَا اْلخَمْرُ
وَ اْلمَيْسِرُ وَ اْلاَنْصَابُ وَ اْلاَزْلاَمُ رِجْسٌ مّنْ عَمَلِ الشَّيْطنِ فَاجْتَنِبُوْهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan.
(QS. Al-Maidah : 90)
3.
Perintah
melaksanakan haji
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ
وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ
إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam
Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia;
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam.
(Ali Imran: 97)
4.
Larangan makan
riba
وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya:
“ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
(Al-Baqarah:
275)
5.
Golongan Yang
Berhak Menerima Zakat
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ
وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ
وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ
Artinya:
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Ayat-ayat
Mutasyabih
1.
Ayat-ayat
mutasyabihat yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah. Contohnya Surah
al-Rahman ayat 27:
وَيَبْقى وَجْهُ
رَبِّكَ ذُو الْجَلاَلِ وَالأِكْرَامِ
Dan
kekallah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
2.
Atau dalam
Surah Taha ayat 5 Allah berfirman:
الرَّحْمنُ عَلَى
الْعَرْشِ اسْـتَوى
Tuhan
yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas 'Arsy.
Ketika
Imam Malik ditanya tentang makna istiwa`, dia berkata:
الاِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ
وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ وَالسُّؤَالُ عَنْـهُ بِدْعَةٌ وَ اَظُـنُّـكَ رَجُلَ السُّوْءَ
اَخْرِجُوْهُ عَنِّيْ.
Artinya:
Istiwa` itu maklum, caranya tidak diketahui (majhul), mempertanyakannya bid’ah
(mengada-ada), saya duga engkau ini orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini
dari majlis saya.
3.
Berita-berita
ghaib
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ
الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ
غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan
tentang hari kiamat., dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang
ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa
yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di
bumi mana dia akan mati.” (Surah Lukman: 34).
Hal
ini sebagaimana firman Allah:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا
إِلَّا هُوَ
“Dan pada sisi
Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia
sendiri” (QS. al-An’am : 59)
4.
Arti dari huruf
– huruf muqatha’ah.
كهيعص
5.
Kesamaran lafal
Mufrad Gharib
وَفَاكِهَةً وَأَبًّا
Lafal
dalam ayat 31 surat Abasa : kata Abban jarang terdapat dalam Al – Qur’an,
sehingga asing. Kemudian dalam ayat selanjutnya , ayat 32 : (untuk kesenangan
kamu dan binatang – binatang ternakmu), sehingga jelas dimaksud Abba adalah
rerumputan.
0 comments:
Post a Comment