Nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali bin Jamil Ash Shabuni,
beliau lahir di kota Aleppo, Suriah pada tahun 1928 M. Syaikh Ali Ash Shabuni
dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syaikh Jamil, merupakan
salah seorang ulama senior di Aleppo. Ia memperoleh pendidikan dasar dan formal
mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu-ilmu agama lainnya langsung dari
ayahnya. Sejak usia masih anak-anak,bakat dan kecerdasannya dalam menyerap
berbagai ilmu agama sudah terlihat. Dia juga sudah menghafal Al Quran saat
masih anak-anak. Maka tak heran bila kemampuannya ini membuat banyak ulama di
tempatnya belajar sangat menyukai kepribadian Ash Shabuni. Salah satu gurunya
adalah sang ayah, Jamil Ash Shabuni. Ia juga berguru pada ulama terkemuka di
Aleppo, seperti Syaikh Muhammad Najib Sirajuddin, Syaikh Ahmad Al Shama, Syaikh
Muhammad Said Al Idlibi, Syaikh Muhammad Raghib Al Tabbakh, dan Syaikh Muhammad
Najib Khayatah.
Syaikh Ali Ash Shabuni juga sering mengikuti kajian-kajian para
ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid.Setelah menamatkan
pendidikan dasar, Ash Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik
pemerintah, Madrasah Al Tijariyyah. Di sini, ia hanya mengenyam pendidikan selama
satu tahun. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah,
Khasrawiyyayang berada di Aleppo. Beliau lulus dari Khasrawiyya pada tahun
1949. Kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Al Azhar, Mesir, hingga
selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun 1952. Dua tahun
berikutnya, di universitas yang sama, ia memperoleh gelar magister pada
konsentrasi peradilan Syariah (Qudha Asy Syariyyah). Studinya di Mesir
merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah.
Selepas dari Mesir, Syaikh Ash Shabuni kembali ke kota
kelahirannya. Ia mengajar di berbagai sekolah menengah atas yang ada di Aleppo
pada tahun 1955 hingga 1962.Setelah itu, ia mendapatkan tawaran untuk mengajar
di Fakultas Syariah Universitas Umm Al Qura dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam
Universitas King Abdul Aziz. Beliau menghabiskan waktu dengan kesibukannya
mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun.Karena prestasi akademik
dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di Universitas Umm Al Qura,
Ash Shabuni pernah menyandang jabatan ketua Fakultas Syariah. Ia juga dipercaya
untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam. Hingga
kini, ia tercatat sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan
Islam Universitas King Abdul Aziz.
Di samping sibuk mengajar, Syaikh Ash Shabuni juga aktif dalam
organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai
penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Al Quran dan sunnah. Ia
bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun. Setelah itu, ia
mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah Shafwah At Tafasir. Kitab
tafsir Al Quran ini merupakan salah satu tafsir terbaik karena luasnya pengetahuan
yang dimiliki oleh sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz Al Quran,
Syaikh Ash Shabuni juga memahami dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu
syariah, dan ketokohannya sebagai seorang intelektual Muslim. Hal ini menambah
bobot kualitas dari tafsirnya ini.
Dalam menuangkan pemikirannya, Syaikh Ash Shabuni tidak
tergesa-gesa, dan tidak berorientasi mengejar banyak karya tulis, namun
menekankan segi ilmiah ke dalam pemahaman serta aspek-aspek kualitas dari
sebuah karya ilmiah, untuk mendekati kesempurnaan dan segi kebenaran.
Beliau juga dikenal sebagai pakar ilmu Al Qur’an, Bahasa Arab,
Fiqh, dan Sastra Arab. Abdul Qodir Muhammad Shalih dalam “Al Tafsir wa Al
Mufassirun fi Al A’shri Al Hadits” menyebutnya sebagai akademisi yang ilmiah
dan banyak menelurkan karya-karya bermutu”.[1] Di
antara karya-karya beliau adalah:
1. Rawa’i Al Bayan fi Tasair Ayat Al Ahkam min Al Qur’an.
2. Al Tibyan fi ‘Ulum Al Qur’an (Pengantar Studi Al Qur’an).
3. Para Nabi dalam Al Qur’an (Al Nubuwah wa Al Anbiya’).
4. Qabasun min Nur Al Qur’an (Cahaya Al Qur’an).
5. Shafwatut Tafasir.
Sejarah penulisan
Shafwatut Tafasir
Shafwatut Tafasir, kitab tafsir yang ditulis oleh Syaikh Ali Ash
Shabuni ini terdiri dari tiga jilid. Beliau telah merampungkan tafsir ini dalam
waktu sekitar lima tahun, dia tidak menulis sesuatu tentang tafsir sehingga dia
membaca dulu apa yang telah ditulis oleh para mufassir sebelumnya.
Shafwatut Tafasir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat
A-Qur’an. Shafwatut Tafasir ini didasarkan pada kitab-kitab tafsir terbesar
sebelumnya seperti Al Thabari, Al Kasysyaf, Ibn Katsir.
Syaikh Ash Shabuni mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya, tentang
penjelasan tujuan ditulisanya kitab ini, menurutnya ‘apabila seorang muslim
terpesona kepada masalah-masalah duniawi tentu waktunya akan disibukkan hanya
untuk menghasilkan kebutuhan hidup saja hari-harinya sedikit waktu untuk
mengambil sumber referensi kepada tafsir-tafsir besar yang dijadikan referensi
ulama sebelumnya dalam mengkaji kitab Allah Ta’ala, utuk menjelaskan dan
menguraikan maksud ayat-ayatnya, maka diantara kewajiban ulama saat ini adalah
mengerahkan kesungguhannya untuk mempermudah pemahaman manusia pada Al Qur’an
dengan uslub yang jelas. Bayan yang terang, tidak terdapat banayak kalimat
sisipan yang tidak perlu, tidak terlalu panjang, tidak mengikat, tidak
dibuat-buat, dan menjelaskan apa yang berbeda dalam Al Qur’an yaitu unsure
keindahan ‘Ijaz dan Bayan bersesuaian dengan esensi pembicaraan, memenuhi
kebutuhan pemuda terpelajar, yang haus untuk menambah ilmu pengetahuan Al
Qur’an Al Karim’.
Kata Syaikh Ash Shabuni, ‘Saya belum menemukan tafsir Al Kitabullah
‘Azza wa Jalla yang memenuhi kebutuhan dan permasalahannya sebagaimana
disebutkan diatas dan menarik perhatian (orang) mendalaminya, maka saya
terdorong untuk melakukan pekerjaan penyusunan ini. Seraya memohon pertolongan
Allah Al Karim saya bernama kitab ini : “Shafwah Al Tafasir” karena merupakan
kumpulan materi-materi pokok yang ada dalam tafsisr-tafsir besar yang terpisah,
disertai ikhtisar, tertib, penjelasan dan bayan’.
Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni menilai bahwa Al Qur’an didalamnya
terkandung mu’jizat yang luar biasa, susunannya sendiri berbeda dengan bentuk
puisi orang arab maupun dalam bentuk prosanya, baik dalam permulaanya, suku kalimatnya
maupun dalam sastranya. Nilai sastra yang terkandung dalam Al Qur’an bernilai
tinggi dan tiada bandingannya. Inilah salah satu alasan mengapa ia mempunyai
keinginan menulis tafsir.
Beliau mengemukakan segi-segi kemukjizatan Al Quran antara lain susunan
Al Quran berbeda dengan uslub-uslun bahasa orang-orang arab. Sifat keagungannya
yang tak memungkinkan orang untuk mendantangkan yang serupa dengannya. Bentuk
undang-undang di dalamnya sangat rinci dan sempurna melebihi undang-undang
buatan manusia. Mengabarkan hAl hal gaib yang tidak dapat diketahui, kecuali
melalui wahyu. Uraiannya tidak bertentangan dengan pengetahuan umum yang
dipastikan kebenarannya. Janji dan ancaman yang dikabarkannya benar-benar
terjadi. Mengandung ilmu-ilmu pengetahuan yang memenuhi segala kebutuhan
manusia. Berpenmgaruh bagi hati pengikutnya dan orang-orang yang memusuhiny. [2[
Metode dan corak penafsiran
Kitab ini dinamakan safwat al tafasir, karena kitab ini dihimpun
dari berbagai kitab tafsir besar secara rinci, ringkas, kronologis dan
sistematis, sehingga menjadi jelas dan lugas. Pemberian nama tersebut dengan
harapat dapat menjadi pendorong bagi umat islam dalam mengantarkan mereka ke
arah sirat al muustaqim, dan sekaligus untuk memberi penjelasan langsung bahwa
tafsir ini oleh penulisnya di anggap telah mewakili seluruh tradisi pemikiran
tafsir al-quran di dunia. Dari sekian banyak metode yang ada seperti tahlili,
ijmali, muqar in dan maudhu’i maka kitab tafsir tersebut lebih cenderung
menggunakan metode tahlili dengan memadukan (kompilasi) antara corak bil
ma’tsur (tekstualitas) dengan corak bil ma’qul (rasionalitas). Metode tahlili
adalah sautu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat
al-Quran dari seluruh aspeknya. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan
arti kosakata diikiuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga
mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan maksud ayat-ayat
tersebut satu sama lain. Sedang yang menjadi perhatian utama dalam metode ini
adalah berkaitan dengan penjelasan pedomanpedoman bahasa, munasabah ayat dengan
ayat, asbabun nuzul, hadits-hadits yang berhubungan dengan ayat.[3]
Adapun metode yang diterapkan As-Shobuni dalam tafsirnya:
1) Menjelaskan surat Al-Qur’an secara global, kemudian merinci
maksud-maksud yang terkandung dalam surat tersebut.
2) Menjabarkan hubungan antar ayat sebelum dan sesudahnya.
3) Pembahasan tentang hal yang berhubungan dengan bahasa, seperti
akar kalimat, dan bukti-bukti kalimat yang diambil dari ungkapan orang arab.
4) Pembahasan tentang Asbab an-Nuzul.
5) Pembahsan tentang tafsir ayat.
6) Pembahasan ayat dari segi Balaghohnya.
7) Penjelasan faida-faidah yang bisa dipetik dari suatu ayat.
D. Kelebihan dan Kekurangan
a. Kelebihan
·
Shafwah
at-Tafasir merupakan inti dari kitab-kitab tafsir yang pengarang tulis.
·
Disusun
lebih ringkas, jelas, mudah dan lugas.
·
Menggunakan
metode-metode yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak bertele-tele (tidak
menyulitkan para pembaca).
·
Disusun
dengan uslub (gaya bahasa) yang mudah dan sesuai dengan kaedah penulisan moden.
·
Kitab
ini juga dilengkapi dengan penerangan makna mufradat (perkataan) dan bentuk
balaghah dan bayan lughawiyyah yang terdapat dalam sebahagian ayat.
·
Kitab
ini menjadi kitab rujukan dalam bidang tafsir.
·
Ada
penjelasan mengenai faidah-faidah yang bisa diambil dari suatu ayat.
b. Kekurangan
·
Menjelaskan
ayat-ayat al-quran secara global sehingga tidak terperinci.
·
Terdapat
kesalahan dalam kitab tafsirnya.
·
Terdapat
kesalahan dalam menyebutkan riwayat dalam hadits.
·
Terdapat
hadits dengan takhrij yang dusta
E. Sistematika Penulisan
Dalam Muqoddimah kitab Shafwat at-Tafasiri sendiri telah disebutkan
bahwa sistematika penulisan yang dipakai kitab ini diantaranya :
Ø Menjelaskan pokok surat, penjelasan global surat dan menjelaskan
maksud-maksud dasarnya.
Ø Menjelaskan korelasi antar ayat yang lalu dengan ayat yang sama.
Ø Sisi kebahasaan, menjelaskan asal bahasa dan syahid-syahid arab.
Ø Menjelaskan Asbabun Nuzul.
Ø Memaparkan penafsiran.
Ø Menjelaskan kesusastraan arab.
Ø Memaparkan Urgensi.[4]
Kesimpulan
Muhammad bin Ali bin Jamil As-Shobuni. Beliau lahir di kota Helb
Syiria pada tahun 1928 M. Setelah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di
Syiria, beliau pun melanjutkan pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program
magisternya di universitas Al-Azhar mengambil tesis khusus tentang
perundang-undangan dalam islam pada tahun 1954 M.
Dari sekian banyak metode yang ada seperti tahlili, ijmali,
muqarrin dan maudhu’i maka kitab tafsir tersebut lebih cenderung menggunakan metode
tahlili dengan memadukan (kompilasi) antara corak bil ma’tsur (tekstualitas)
dengan corak bil ma’qul (rasionalitas). Sedang yang menjadi perhatian utama
dalam metode ini adalah berkaitan dengan penjelasan pedoman-pedoman bahasa,
munasabah ayat dengan ayat, asbabun nuzul, hadits-hadits yang berhubungan
dengan ayat.
Dalam Muqoddimah kitab Shofwatut Tafasiri sendiri telah disebutkan
bahwa sistemtika penulisan yang dipakai kitab ini diantaranya :
Ø Menjelaskan pokok surat, penjelasan global surat dan menjelaskan
maksud-maksud dasarnya.
Ø Menjelaskan korelasi antar ayat yang lalu dengan ayat yang sama.
Ø Sisi kebahasaan, menjelaskan asal bahasa dan syahid-syahid arab.
Ø Menjelaskan Asbabun Nuzul.
Ø Memaparkan penafsiran.
Ø Menjelaskan kesusastraan arab.
Ø Memaparkan Urgensi.
Referensi :
Abdul Qodir Muhammad Sholih, al-Tafsir wa almufassirun fi al-Ashri
al-Hadits, Dar El-Marefah press, Beirut.
Al-farmawy,Abd. al-Hayy,metode tafsir maudhu’iy.jakarta: Persada,
1996,
0 comments:
Post a Comment