Ulama Ahli Tafsir di Indonesia


Di Indonesia terdapat banyak ulama yang mahir di bidang penafsiran al-Quran, dari mulai periode klasik hingga periode modern, ini beberapa ulama ahli tafsir di Indonesia dan kitab-kitabnya:

1.      Abdurrauf As-Singkili (Turjumul Mustafid)

Bernama lengkap Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Sinkily. Ia berasal dari fansur, Sinkil pantai barat laut Aceh. Beliau lahir di pendalaman Singkil pada tahun 1001 H atau 1592 M. Syeikh Abdurrauf juga dikenal sebagai Teungku Syiah Kuala. Ayahnya bernama syekh Ali, Abdurrauf merupakan keturunan Perisa yang datnag ke Samudra Pasai.Syekh Abdurrauf secrara literatur berguru kepada Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani itu bisa dari pandangannya dalam beberapa konsep tasawufat dari pandangannya dalam beberapa konsep tasawuf yang beliau sampaikan dalam dakwahnya kepada masyarakat. [1]Dalam Turjumul Mustafid Abdurrauf mengacu pada tafsir al-Baidhawi yang berbentuk ra’yu.

Kedudukan penting al-Sinkili bagi perkembangan Islam di Nusantara tak terbantah dalam bidang tafsir al-Quran dia adalah alim pertama di bagian dunia Islam ini yang bersedia memikul tugas besar mempersiapkan tafsir lengkap al-Quran dalam bahasa melayu.[2]
2.      Syekh Muhammad Nawawi (Tafsir Munir li Ma’alim al-Tanzil)
tafsir Munir li Ma’alim al-Tanzil yang ditulis oleh Syakh Muhammad Nawawi, tafsir ini beliau tulis di Mekkah. Proses penulisan pertama kali dimulai pada tahun 1860-an dan selesai pada hari Selasa malam Rabu 5 Rabiul al-Awal 1305 H (1884 M), berlansung selama 15 tahunan. Sesuai dalam kebiasaannya dalam menulis . Suekh Nawawi menyodorkan karya tafsirnya itu kepada ulama-ulama Mekkah untuk diteliti terlebih dahulu sebelum dicetak.[3]

Tafsir ini bisa dikategorikan tafsir ijmali, karena penjelasan yang relatif singkat, ringkas dan terkesan tidak analitis, dan jika dipandang dari sumber penafsirannya, merupakan tafsir bil ra’y dikarenakan sedikitnya periwayatan yang digunakan dibandingkan dengan dominasi penafsiran dari hasil ijtihad Syeikh Nawawi sendiri.[4]

3.      Teungku Muhammad Hasbi ash-Shidiqi (Tafsir an-Nur dan Tafsir al-Bayan)

Muhammad Hasbi ash-Shidiqi lahir di Lhokseumawe pada 10 Maret 1904. Ayahnya Teungku Husen ibn Muhammad su’ud. Pedidikan awal diperoleh dari orang tuanya yang juga sebagai ulama lokal. Pada tahun 1926 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shidiqi berangkat ke Surabaya untuk belajar di Madrasah al-Irsyad yang di pimpin oleh Syekh Ahmad Soorkarti. Kemudian beliau banyak bergelut dengan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan agama Islam dengan menulis buku-buku agama Islam. Atas jasanya tersebut beliau memperoleh dua gelar doktor honoris cousa yaitu dari Universitas Bandung.[5]

Muhammad Hasbi ash-Shidiqi menulis dua kita terjemahan dan al-Quran, yaitu tafsir an-Nur dan tafsir al-Bayan.

4.      Teungku Mahjiddin Yusuf (al-Quran al-Karim, Terjemahan Bebas Bersajak).

Teungku Mahjiddin Yusuf lahir di peusangan pada tanggal 16 September 1918.pendidikan formal pertama di ikutinya adalah di Madrasah al-Muslim Matang Geuleumpang Dua, sampai tahun 1937,. Kemudian melanjutkan pendidikannya di Normal Islam Padang, sampai tahun 1941. Setelah pulang ke Aceh beliau menjadi pimpinan al-Muslim pekerjaan terakhir beliau sebelum pensiun adalah kepala PGAN Banda Aceh, yang diemban sampai tahun 1974.[6]

Alquranul Karim, terjemahan bebas bersajak, mulai ditulis oleh beliau sejak 25November 1955, sewaktu beliau berada dalam penjara di Binjei. Penerjemahan ini di selesaikan padatahun 1988, atau 30 tahun sejak terjemahan dimulai.

5.      Mahmud Yunus (Tafsir al-Quran al-Karim dan Terjemahan Maknanya)

Mahmud Yunus merupakan ahli tafsir asal minangkabau, Sumatera Barat yang lahir pada tahun 1899. Beliau sempat mengenyam pendidikannya di al-Azhar Mesir pada tahun 1929. Berkat kecerdasan dan kegigihannya dalam menuntut ilmu, ia menjadi salah satu pembaharu Indonesia yang berkontribusi besar dalam mengembangkan kurikulum di perguruan tinggi agama  Islam di Indonesia. Ia berkontribusi besar dalam menyumbangkan karyanya dalam bidang tafsir, yaitu Tafsir al-Quran al-Karim dan Terjemahan Maknanya.

Tafsir karya Mahmud Yunus telah mengalami 23 kali cetak ulang, suatu hal yang membuktukan berkembangnya studi al-Quran di Indonesia modern. Walaupun demikian, kontribusi tafsir tersebut lebih banyak dalam memberikan makna teks al-Quran dari pada memberikan penafsiran detail dengan menarik  beberapa wilayah kajian al-Quran yang lebih khusus, seperti argumentasi filosofis atau menunjukkan qiraat.[7]

6.      Buya Hamka (Tafsir al-Azhar)

Buya Hamka mempunyai nama lengkap Abdul Malik Karim Amrullah, beliau lahir di Tanjung Raya, Sumatera Barat, ayahnya bernama Aabdul Karim Amrullah. Meninggal di Jakrta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun. Ia melewatkan waktyunya sebagai penulis dan pengajar. Beliau adalah sastrawan dan aktivis politik. Beliau salah satu ulama besar di Indonesia, beliau menulis tafsir al-Azhar saat beliau dipenjaran oleh pemerintahan Indonesia antara tahun 1964-1966 karena perbedaan sudut pandang politik.

Tafsir al-Azhar karya Hamka merupakan karya monumental penulisnya sendiri. Melalui tafsir ini Hamka menunjukkan keluasan pengetahuannya hampir di semua disiplin yang tercakup di dalam bidang-bidang keislaman. Latar belakang seorang sastrawan sangat mewarnai penafsiran hamka terhadap ayat-ayat al-Quran.[8]

7.      Qurays Shihab (Tafsir al-Misbah)

Qurays Shihab adalah salah satu pakar tafsir konteporer. Beliau lahir di Rappang, Sulawesi Selatan tanggal 16 Februari 1944. Beliau pernah mengenyam pendidikan di al-Azhar Mesir. Pada tahun 1992-1998 beliau menjabat sebagai rektor IAIN (sekarang menjadi UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tafsir al-Misbah sebanyak 15 jilid merupakan karyanya yang paling monumental dalam bidang tafsir. Dalam tafsirnya beliau lebih menggunakan pendekatan eksploratif, deskriptif, analitis, dan perbandingan. Tafsir ini menggunkan metode penulisan denagan mengombinasikan antara metode tahlili dan metode maudhui. Tafsir al-Misbah diterbitkan pertama kali tahun 2002 oleh Lentera hati Jakarta.[9]



[1] Juwaini & Zulfata, Aceh Dalam Sejarah, (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin, 2014), hal. 76
[2] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, (Jakrta: Kencana, 2003), hal. 246
[3] Taufikurrahman, Jurnal, Keilmuan Tafsir Hadis, Volume 2, Nomor 1, juni 2012. Hal. 10
[4] Taufikurrahman, Jurnal, Keilmuan Tafsir Hadis, Volume 2, Nomor 1, juni 2012. Hal. 11
[5] Muhammad Thalal dkk, Ulama Aceh dalam melahirkan Human Resource Di Aceh, (Banda Aceh: Yayasan Aceh Mandiri, 2010), hal. 187
[6] Muhammad Thalal dkk, Ulama Aceh dalam melahirkan..., hal. 191

[7]Nur Huda, Islam Nusantara..., hal. 359-360
[8] Nur Huda, Islam Nusantara..., hal. 363
[9] Taufikurrahman, Jurnal, Keilmuan Tafsir Hadis, Volume 2, Nomor 1, juni 2012. Hal. 4-23

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top