Terkadang terdapat beberapa peristiwa yang terjadi disaaat penurunan wahyu, yang mana peristiwa-peristiwa tersebut menyebabkan turunnya suatu ayat dan begitu juga terhadap pertanyaan atau pengaduan yang diajukan kepada Rasulullah yang kemudian turunnya suatu ayat sebagai jawabannya. Maka oleh sebab itu menunjukkan bahwa tidak jarang berbilang sebab lalu turun hanya satu ayat.
Dibawah ini merupakan contoh dari berbilang sebab untuk satu ayat yang diturunkan. Kalau dua atau lebih penyebab turun ayat itu satu sama lain tidak berlawanan apalagi saling mendukung, maka tidak ada masalah karena satu sama lain akan dapat dikompromikan dan bahkan saling menguatkan. Tetapi persoalan akan terjadi ada dua riwatat atau lebih yang sama-sama menyebutkan sebab yang jelas, tetapi satu sama lain saling berbeda. Sebagian ulama tafsir telah berpendapat untuk mengambil suatu keputusan mengenai hal ini maka dapat melihat penjelasan dibawah ini :
Pertama, jika salah satu dari dua riwayat itu shahih, dan yang lainnya tidak, maka yang harus diambil adalah riwayat yang shahih itu. Contoh sebab turunya surat Ad-Dhuha. Menurut yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim serta beberapa orang lain, yang bersumber dari jundab dan berkata: “Bahwa Rasulullah saw. merasa kurang enak badan sehingga tidak sempat melaksanakan shalat malam sekitar satu atau dua malam. Kemudian datanglah seorang perempuan yang berkata kepadanya: hai Muhammad aku melihat setanmu (jibril), telah meninggalkan engkau”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S Ad-Dhuha: 1-3) yang menegaskan bahwa Allah tidak memebiarkan Muhammad dan tidak membencinya.
Dalam riwayat lain, yang di takhrij At-thabrani dan Ibnu Abi syaibah dan Hafs bin maisarah dari ibunya yang bersumber dari Ibnu Khaulah, dikemukakan bahwa seekor anak anjing masuk ke rumah Rasulullah Saw. dan tinggal dibawah ranjangnya sampai mati. Ketika itu selama empat hari Rasulullah tidak menerima wahyu. Rasulullah Saw. bersabda: “hai khaulah, ada apa di rumahku ini sehingga Jibril tidak datang kepadaku. Khaulah berkata: ketika aku membersihkan rumah dan menyapu, tersapu dari bawah ranjang seekor anak anjing yang sudah mati kemudian aku keluarkan. Ketika itu aku melihat Rasulullah menggetar kedinginan padahal beliau berjubah dan biasanya apabila turun wahyu, beliau bisa menggetar. Pada waktu itulah turunnya ayat ini (Q.S Ad-Dhuha : 1-5 )
Setelah kita perhatikan dua riwayat diatas, maka yang lebih tepat untuk sabab nuzul surat Ad-Dhuha adalah riwayat yang pertama. Alasannya, menurut para ahli hadist pada riwayat yang kedua salah satu sanadnya ada orang yang tidak dikenal. Menurut Ibnu Hajar al asqalani, kisah keterlambatan Malaikat Jibril disebabkan seekor anak anjing itu memang masyhur, tetapi untuk menjadi sebab turun surat Ad-Dhuha sangat gharib (asing).
Kedua, Apabila ada dua sanad yang sama-sama shahih tentang peristiwa turunnya ayat, maka salah satu diantara keduanya di tarjih dengan pertimbangan bahwa perawinya ikut hadir dalam peristiwa tersebut.
Contoh:
- Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: aku pernah berjalan bersama Nabi saw di Madinah, kemudian Nabi bersandar dipelepah kurma. Sekelompok orang yahudi lewat, dan sebagian dari mereka berkata, bertanyalah padanya (Muhammad), maka mereka berkata, tolong ceritakan kepada kami tentang ruh. Nabi berdiri sesaat dan mengangkat kepalanya, hingga naik kembali wahyu itu, kemudian Nabi membaca ayat Al-Isra’:85
- diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Ibnu Abbas, ia berkata: orang-orang Quraisy berkata kepada kaum yahudi,”berikanlah,berikanlah kepadaku sesuatu yang kami tanyakan kepada orang ini (Nabi Muhammad)”. Maka mereka berkata,”bertanyalah kepadanya tentang ruh (nyawa)”, mereka lalu bertanya kepada Nabi, maka Allah menurunkan ayat Al-Isra’: 85.
Setelah di tarjih bahwa hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari itu lebih shahih dari pada riwayat yang lainnya dan Ibnu Mas’ud juga termasuk yang ikut hadir dalam kisah tersebut.
Ketiga, ada dua riwayat sababun nuzul yang keduanya sama-sama shahih dan tidak ada yang lebih kuat, tetapi ada kemungkinan untuk mengkompromikan antara keduanya. Contoh, kasus sabab nuzul ayat 6-9 surah An-Nur.
Riwayat yang pertama, Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa, Hilal bin Umayyah telah menuduh istrinya berzina dengan Syuraik bin Sahma’, lalu dia datang kepada Rasulullah untuk melaporkan hal ini dan Rasulullah menyuruhnya untuk memberikan bukti atas tuduhannya itu, dan ia bertanya : ’’wahai Rasul, jika aku melihat istriku pergi bersama orang lain, apakah aku harus mendatangkan bukti juga ? ’’ Oleh sebab itu, turunlah ayat tersebut untuk menjawab pertanyaan Hilal.
Riwayat yang kedua, Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’ad bahwa, ‘Uwaimir dan ‘Ashim bin Adi pernah bertanya kepada Rasulullah, “jika aku melihat istriku dengan orang lain maka apa yang harus aku lakukan?, jika aku membunuhnya, apakah orang yang membunuh itu dibunuh juga atas perbuatannya?”, lalu Rasulullah menjawab : “telah turun ayat yang berkenaan dengan masalahmu dan temanmu ini”.
Kedua riwayat diatas, kata Az-Zarqani sama shahih, dan mengambil keduanya dengan pertimbangan karena sangat dekat waktu kejadian antara dua kasus ini. Dan tidak ada keraguan untuk menggabungkan keduanya karena itu lebih baik dari pada mengabaikan salah satunya. Ibnu Hajar berkata,”tidak ada masalah dengan banyaknya sebab turunnya suatu ayat. “
Keempat., terdapat kesamaan antara dua atau lebih riwayat sababun nuzul dalam hal keshahihannya, tanpa ada yang bisa diposisikan sebagai murajjih (penguat) dan tidak mungkin pula di kompromikan (disatukan) antara satu dengan yang lain sehingga bisa diambil keduanya karena terlampau jauh tenggang waktu peristiwa antara sebab turun dengan sebab turun yang lain. Maka kata az-Zarqani ialah bahwa besar kemungkinan ada pengulangan terhadap penurunan ayat yang dimaksudkan secara berulang. Agar semua riwayat yang sama-sama shahih itu bisa dipergunakan atau tidak ada yang diabaikan, dan tidak halangan untuk melalukan tindakan semacam itu, dan kemungkinan ada penurunan ayat Al-Qur’an yang terjadi secara berulang-ulang.
Contoh, ayat 126-128 surat An Nahl
Menurut yang diriwayatkan al-Baihaqi dan al-Bazzar, dan Abu Hurairah r.a, bahwa ketika Rasulullah Saw. berdiri dihadapan mayat Hamzah yang mati syahid dan dirusak anggota badannya oleh musuh, Rasullah Saw. bersabda: “akan kubunuh 70 orang nereka (pasukan musuh) sebagaimana mereka lakukan terhadap dirimu (Hamzah)”. Maka turunlah Jibril menyampaikan wahyu dari akhir surat An-Nahl : 126-128 disaat Nabi masih berdiri sebagai teguran kepadanya dan Nabi pun akhirnya mengurungkan rencananya itu.
Sedangkan menurut riwayat at-Tirmidzi dan al-Hakin dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata bahwa ketika perang Uhud terjadi, gugurlah 64 orang Anshar, dan 6 orang Muhajirin, diantara mereka Hamzah. Menyaksikan hal ini, orang-orang Anshar berkata: “ kalau ada kejadian seperti dihari yang lain, maka akan kami bunuh mereka (musuh) lebih banyak lagi dari apa yang kami derita hari ini. Dan ketika pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah) terjadi, Allah menurunkan ayat ini.
Riwayat pertama mengisyaratkan bahwa ayat tersebut diturunkan ketika terjadi perang Uhud, sedangkan riwayat kedua mengindikasikan ayat 126-128 surat An-Nahl diturunkan pada peristiwa Fathu Makkah terdapat perbedaan waktu yang cukup panjang. Atas dasar ini kata az-Zarqani, maka mustahil turunnya ayat diatas terulang secara susul-menyusul, dan atas dasar ini pula maka tidak ada alasan bagi kita untuk menyatakan bahwa ayat 126 surat an-Nahl itu sekali diturunkan pada perang Uhud dan pada kali yang lain diturunkan ketika terjadi pembebasan kota Makkah.
0 comments:
Post a Comment