Berikut tujuh pembatal puasa yang disepakati para ulama 4 madzhab atau berdasarkan keterangan para ulama ahli tahqiq :
1. Makan
2. Minum
3. Hubungan badan
Dalilnya adalah firman Allah :
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَٱشْرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلأسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ ٱلصّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam..(QS. Al-Baqarah: 187).
Makan, minum, dan hubungan badan dihalalkan ketika malam hari ramadhan. Kemudian Allah perintahkan agar kaum muslimin menyempurnakan puasa sampai malam, meruakan dalil bahwa tiga perbuatan itu dilarang ketika siang hari ramadhan.
Ibnul Mundzir mengatakan :
“Tidak terdapat perbedaan di kalangan para ulama bahwa Allah mengharamkan bagi orang yang berpuasa untuk melakukan rafats yaitu jimak, makan, dan minum di siang hari.” (Al-ijma’, Ibnul Mundzir, hlm. 59)
Ibnu Qudamah mengatakan :
“Orang yang berpuasa menjadi batal karena makan dan minum dengan sepakat ulama, dan berdasarkan dalil Al-Quran dan sunah.” (Al-Mughni, 3/119).
Beliau juga mengatakan :
“Kami tdk mengetahui adanya perselisihan di antara ulama bahwa orang yang melakukan hubungan badan sampai keluar mani, maupun tidak sampai keluar mani, atau di selain kemaluan kemudian keluar mani, maka puasanya batal.” (Al-Mughni, 3/134)
Pernyataan ijma juga disampaikan Syaikhul islam Ibn Taimiyah :
“Sesuatu yang bisa membatalkan puasa berdasarkan dalil dan sepakat ulama: makan, minum, dan hubungan badan.” (25/219)
4. Haid
5. Nifas
Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ
“Bukankah ketika wanita sedang haid dia tidak boleh shalat dan puasa..” (HR. Bukhari 304).
Ibnu Qudamah mengatakan :
“Ulama sepakat bahwa wanita haid dan nifas tidak boleh berpuasa. Mereka harus berbuka ketika ramadhan dan mengqadha di hari yang lain. Dan jika ada wanita haid dan nifas yang nekat puasa maka puasanya tidak sah.” (Al-Mughni, 3/152).
Syaikhul Islam juga menegaskan adanya ijma’ :
“Demikiann pula terdapat dalil sunah dan sepakat kaum muslimin, bahwa keluarnya darah haid, menyebabkan puasa batal. Karena itu, wanita haid tidak boleh puasa, namun wajib mengqadha puasanya.” (Majmu’ Fatawa, 25/220).
Di tempat lain dalam Majmu’ Fatawa, beliau juga menegaskan :
“Keluarnya darah haid dan nifas membatalkan puasa dengan sepakat ulama.” (Majmu’ Fatawa, 25/267)
6. Murtad
Allah berfirman :
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya (islam), lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 217)
Ibnu Qudamah mengatakan :
“Kami tidak mengetahui adanya perselisihan di kalangan ulama bahwa orang yang murtad dari agama islam ketika sedang puasa maka puasanya batal, dan dia wajib mengqadha pusanya di hari itu, jika dia kembali masuk islam. Baik masuk islam di hari murtadnya atau di hari yang lain…” (Al-Mughni, 3/133)
7. Muntah dengan Sengaja
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ، وَهُوَ صَائِمٌ، فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَإِنْ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Siapa yang muntah tidak sengaja dan dia sedang puasa maka tidak perlu dia qadha. Namun barangsiapa yang sengaja muntah maka dia harus mengqadha.” (HR. Abu Daud 2380 dan dishahihkan Al-Albani).
Ibnul Mundzir dalam kitab Al-Ijma’ mengatakan :
“Para ulama sepakat bahwa puasa orang yang muntah dengan sengaja statusnya batal.” (Al-Ijma’, 49).
Inilah pendapat ulama 4 madzhab, hanya saja mereka berbeda pendapat tantang rincian muntah yang membatalkan puasa. Berapa ukuran muntah yang bisa menyebabkan puasa seseorang batal.
Menurut Abu Yusuf, muntah yang membatalkan adalah muntah yang ukurannya sepenuh mulut. Jika kurang dari itu, puasanya tidak batal, karena tidak dianggap muntah. (Al-Hidayah, 1/120).
Sementara dari Imam Ahmad, ada 3 riwayat yang berbeda :
¤ Muntah dengan sengaja membatalkan puasa baik sedikit maupun banyak
¤ Muntah tidak membatalkan puasa, kecuali jika sepenuh mulut.
¤ Muntah tidak membatalkan puasa, kecuali jika banyaknya setengah mulut
Riwayat pertama yang lebih kuat, berdasarkan makna umum dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas.
[simak Al-Mughni, 3/132]
Semoga bermanfaat.
0 comments:
Post a Comment